MAKALAH NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK
(NPWP)
Disusun guna memenuhi tugas
Perpajakan
Dosen Pengampu : M. Aris
Safi’i, M. E. I
Disusun oleh :
1.
Isnaeni Nurul Awalia (2012115107)
2.
Uchni Yuliani (2012115108)
3.
Ruhmah Agustiani (2012115109)
Kelas : C
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
STAIN PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
Puji dan syukur Kami panjatkan kepada Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya dan hidayah-Nya Kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas dari
dosen pada mata kuliah Perpajakan tentang “Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP)”.
Tercurah dari segala kemampuan yang ada
, kami berusaha membuat makalah ini dengan sebaik mungkin, namun demikian kami
menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami, maka dengan sepenuh hati kami mohon
maaf dan mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
selanjutnya.
Tujuan kami menyusun makalah ini untuk menjelaskan
tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), SSP, SPT, SKP, sanksi-sanksi atas
pelangaran dalam perpajakan, dan PTKP. Terakhir kami ucapkan terimakasih untuk semua
pihak yang sudah membantu dan memudahkan penyelesaian makalah ini, kami
berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat.
Wassalaamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh.
Pekalongan, September 2016
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar Isi...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................ 1
C.
Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)................................................ 3
B.
Surat Setoran Pajak (SSP) dan Ketentuan Pembayarannya............. 7
C.
Surat pemberitahuan (SPT).............................................................. 8
D.
Surat Ketetapan Pajak (SKP)........................................................... 14
E.
Metode Pembukuan sebagai
Dasar Penentuan Penghasilan
dan Biaya......................................................................................... 16
F.
Sanksi-Sanksi atas Pelanggaran dalam Perpajakan.......................... 17
G.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)............................................ 20
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam suatu negara untuk
menjalankan fungsinya pemerintah atau penguasa setempat memerlukan dana atau
modal. Modal yang diperlukan itu salah satunya bersumber dari pungutan berupa
pajak dari rakyatnya. Pajak juga merupakan gejala sosial dan hanya terdapat
dalam suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak.
Karena itu, jelaslah bagi kita untuk membiayai seluruh
kepentingan umum, salah satu yang dibutuhkan dan terpenting adalah suatu peran
aktif dari warganya untuk ikut memberikan iuran kepada negaranya dalam bentuk
pajak, sehingga segala keperluan pembangunan dapat dibiayai. Dana selebihnya
merupakan tabungan kesejahteraan bagi masyarakat dan negara demi keadilan yang
merata.
Bagi Wajib Pajak, khususnya para pengusaha, kewajiban dan hak
perpajakan merupakan suatu hal yang sulit untuk dapat dihindari. Sebab setiap
langkah untuk menjadi penguasha formal, seperti izin Pemda, izin Departemen
Perdagangan mempersyaratkan pemenuhan salah satu kewajiban Perpajakan, yakni
kewajiban mendaftarkan di Kantor Pelayanan Pajak untuk mendapatkan NPWP (Nomor
Pokok Wajib Pajak). Selanjutnya selama kegiatan bisnis berlangsung timbul
berbagai kewajiban perpajakan di satu pihak dan hak perpajakan di lain pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nomor Pokok
Wajib Pajak dan apa saja hal-hal yang menyangkut NPWP?
2. Apa yang dimaksud dengan SSP
dan Bagaimana Ketentuan Pembayarannya?
3. Apa itu SPT dan SKP?
4. Bagaimana Metode Pembukuan sebagai
Dasar Penentuan Penghasilan dan Biaya?
5. Apa saja Sanksi-Sanksi atas Pelangaran dalam Perpajakan?
6. Apa yang dimaksud dengan PTKP?
C.
Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan
tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hal-hal yang menyangkut NPWP.
2. Menjelaskan tentang SSP dan
Ketentuan Pembayarannya.
3. Menjelaskan tentang SPT dan
SKP.
4. Menjelaskan tentang Metode
Pembukuan sebagai dasar Penentuan Penghasilan dan Biaya.
5. Menjelaskan tentang
Sanksi-Sanksi atas Pelanggaran dalam Perpajakan.
6. Menjelaskan tentang PTKP.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP)
NPWP adalah nomor identitas wajib pajak sebagai sarana
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal wajib pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. [1]
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang
diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.[2]
Fungsi NPWP adalah :[3]
1.
Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak sehingga kepada setiap
wajib pajak hanya diberikan satu nomor wajib pajak.
2.
Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan.
3.
Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan
sehingga semua yang berhubungan dengan dokumen perpajakan harus mencantumkan
NPWP.
4.
Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan, misalnya dalam
Surat Setoran Pajak.
5.
Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu
yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang diwajibkan,
misalnya, dokumen impor (PIB) dan dokumen ekspor (PEB), pinjaman kredit bank
dan lain-lain.
6.
Untuk keperluan pelaporan SPT masa dan tahunan.
Wajib Pajak
adalah sekumpulan orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan
termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu (Pasal 1 butir 1 UU KUP).
Yang wajib
mempunyai NPWP adalah wajib pajak (penghasilan). Jadi, orang atau badan yang
bertempat tinggal di Indonesia, yang menerima atau memperoleh penghasilan bagi
perorangan yang jumlahnya setahun melampaui batas pajak, yaitu yang mempunyai
penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mempunyai NPWP
walaupun kepadanya belum atau tidak dikenakan pajak atau belum atau tidak
diberikan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Kewajiban dari
wajib pajak yang utama adalah membayar pajak sendiri dan memungut atau memotong
pajak orang lain dan kemudian menyetorkannya kepada negara melalui bank atau
kantor pos.
Wajib pajak
dikelompokkan menjadi :
a.
Wajib pajak orang pribadi
b.
Wajib pajak badan
c.
Wajib pajak pemungut/ pemotong
Adanya kewajiban
pajak subjektif dalam Pasal 2A Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000, yaitu dimulai
pada saat :
a.
Orang pribadi tersebut dilahirkan
b.
Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan, atau
erniat untuk bertempat tinggal di Indonesia
c.
Badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia
d.
Warisan yang belum dibagi dalam satu kesatuan, menggantikan
yang berhak
e.
Subjek pajak luar negeri, orang pribadi tidak tinggal di
Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan
f.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia
Landasan hukum pemberian NPWP ini berdasarkan :
1.
Pasal 2 UU KUP
2.
SK Dirjen Pajak No. Kep. 515/PJ/2000
3.
SK Dirjen Pajak No. Kep. 161/PJ/2001
4.
SK Dirjen Pajak No. Kep. 338/PJ/2001
Yang wajib mendaftarkan diri dan melaporkan usaha :
1.
Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan atau pekerjaan
bebas dan penghasilan netonya di atas PTKP
2.
Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas apabila sampai dengan satu bulan memperoleh penghasilan yang
jumlahnya teah melebihi PTKP setahun.
3.
Wajib pajak orang pribadi melakukan kegiatan usaha di
beberapa tempat wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat-tempat kegiatan wajib pajak.
4.
Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula “wanita kawin” yang
dikenakan pajak secara terpisah karena :
a.
Hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim
b.
Dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta
5.
Wajib pajak badan didirikan seperti PT, CV, Firma, Kongsi,
Yayasan, Perkumpulan, Lembaga, Koperasi, BUMN, Ormas, Orospol wajib melaporkan
usahanya adalah setiap pengusaha yang dikenakan pajak pertambahan nilai yang :
a.
Menyerahkan barang kena pajak omzetnya diatas 360 juta
b.
Menyerahkan jasa kena pajak omzetna di atas 180 juta
Pengusaha ini
wajib melaporkan untuk dikukuhkan sebagai PKP dan kepadanya diberikan Nomor
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).
Penghapusan NPWP
Dalam Kep. 27/PJ/1995,
hal-hal yang menyebabkan NPWP dihapus adalah :
a.
Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak
meninggalkan warisan.
b.
Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta/
penghasilan.
c.
Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek
pajak selesai dibagi.
d.
Wajib pajak badan yang dibubarkan secara resmi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e.
Bentuk usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan
statusnya sebagai BUT.
f.
Wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat lagi untuk
digolongkan wajib pajak.
Untuk pengukuhan PKP dihapus dalam hal :
1.
PKP pindah alamat ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak) lain
2.
Dibubarkan
3.
Tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP
Sanksi
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan
diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, atau menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2
(dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan
tindak idana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka mengajukan
permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2
(dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan/atau kompensasi atau perkreditan yang dilakukan dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
perkreditan yang dilakukan.
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang
dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah :
a.
Bagi WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan
setelah saat usaha mulai dijalankan.
b.
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha
atau tidak melakukan perkerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai
dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak,
wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
B.
SURAT SETORAN PAJAK (SSP)[4]
DAN KETENTUAN PEMBAYARAN
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk Menteri Keuangan.
Fungsi SSP
SSP berfungsi
sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat Kantor
penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
SSP merupakan surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak
yang terutang ke keas negara. SSP dapat berupa SSP standar, SSP khusus, SSPCP
(surat setoran pabeab, cukai, dan pajak dalam rangka impor), SSCP (surat
setoran cukai atas barang kena cukai dan PPN hasil tembakau buaan dalam
negeri). Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :[5]
1.
Membayar sendiri pajak yang terutang yang meliputi PPh Pasal
25 dan PPh Pasal 29.
2.
Melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain yang meliputi
PPh Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPH Pasal 23,
PPh Pasal 26.
3.
Melalui pembayaran pajak di luar negeri, yaitu PPh Pasal 24.
4.
Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau pihak yang ditnjuk
pemerintah.
Pembayaran dan
penyetoran pajak dapat dilakukan di bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat
Jenderal Anggaran, kantor pos, bank-bank BUMN atau BUMD, dan tempat pembayaran
lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
C.
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
Surat Pemberitahun (SPT)
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau
harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.[6]
SPT merupakan dokumen yang
menjadi alat kerja sama antara wjib pajak dan administrasi pajak, yang memuat
data-data yang diperluakn untuk menetapkan secara tepat jumlah pajak yang
terutang. Pengertian SPT dalam Pasal 1 butir 10 UU KUP dijelaskan bahwa, “Surat
pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.”[7]
Fungsi SPT bagi wajib pajak
adalah :
a.
Memberikan data dan angka yang relevan dengan perhitungan
kena pajak
b.
Menentukan besarnya pajak yang harus dibayar
c.
Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan, pemungutan pihak lain dalam
satu tahun pajak, atau bagian tahun pajak (waji pajak penghasilan).
d.
Melaporkan pembayarqan darikegiatan pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain (wajib pajak penghasilan).
e.
Melaporkan pembayaran pajak yang dipungut dalam hal ini
adalah pajak pertambahan nilai dan pajak atas penjualan barang mewah (PPN dan
PPnBM), bagi Pengusaha Kena Pajak.
Sesuai dengan
prinsip self assesment system, wajib pajak harus melaporkan pajak
bulanan dan pajak tahunan. Pelaporan ini menggunakan surat pemberitahuan (SPT)
yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak, atau dapat diotokopi. Landasan
hukum pengaturan SPT ini berdasarkan :
1.
Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 UU KUP
2.
STMK No. 534/KMK 04/2000 tanggal 22 Desember 2000
3.
STMK No. 535/KMK 04/2000 tanggal 22 Desember 2000
4.
STMK No. 536/KMK 04/2000 tanggal 22 Desember 2000
5.
SK Dirjen No. 517/PJ/2000
Jenis Surat
Pemberitahuan ada 2 macam, yaitu :
a.
SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam masa
pajak.
b.
SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran terutang dalam satu tahun pajak.
Pengisian SPT
Pada prinsipnya SPT harus diisi sendiri oleh wajib pajak,
karena wajib pajaklah yang mengetahui tentang transaksi dan kegiatan yang
berhubungan dengan pajaknya. Apabila tidak paham tentang kerumitan peraturan
perundang-undangan perpajakan, maka dapat dibantu oleh praktisi pajak (jasa
konsultan pajak). Wajib pajak mengisi SPT harus benar sesuai dengan kenyataan
dan lengkap, apabila tidak, maka akan mengakibatkan sanksi administrasi, lebih
jauh akan dikenakan sanksi pidana yang dijatuhkan kepada wajib pajak.
Untuk dapat
mengisi data dalam SPT, diperlukan catatan atau pembukuan wajib pajak. Oleh
karena itu, wajib pajak harus menyelenggarakan pembukuan minimal pencatatan.
Sebagai bukti pengisian data SPT tersebut telah sesuai dengan keadaan
sebenarnya, maka perlu dilampirkan neraca dan laporan rugi laba (untuk
pembukuan) dan catatan peredaran harian (untuk pencatatan).
Wajib pajak wajib menandatangani SPT sebagai
pertanggungjawaban atas keenaran data yang dimasukkan dalam SPT. Jika ternyata
data yang disampaikan tidak benar, maka wajib pajak tersebutlah yang akan
dikenakan administratif atau sanksi pidana.
Kuasa pada konsultan pajak atau wakilnya untuk
menandatangani SPT memerllukan surat kuasa dari wajib pajak, dan yang
bertanggung jawab adalah yang diberi kuasa oleh wajib pajak.
Penyerahan Kembali SPT
SPT dikembalikan atau disampaikan langsung ke Kantor
Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak, wajib pajak akan diberi tanda
terima SPT. Jika disampaikan melalui kantor pos harus tercatat, resi pos
merupakan tanda bukti tanda terima dan tanggal pengiriman dianggap sebagai
tanda bukti dan tanggal penerimaan, atau tempat lain yang ditunjuk Dirjen Pajak
sesuai Pasal 5 UU KUP.
Batas Waktu Penyampaian SPT
Penyampaian SPT diatur
jangka waktunya untuk :
a.
SPT Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah akhir masa pajak
b.
SPT Tahunan, selambat-lambatnya 3 bulan setelah akhir tahun
Bagi Pengusaha
Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak ertambahan Nilai dan Pajak
enjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang :
a.
pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
b.
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa
Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Jenis SPT
Secara garis besar SPT
dibedakan manjadi dua, yaitu :
a.
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk
suatu Masa Pajak.
b.
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk
suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
SPT meliputi :
a.
SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
b.
SPT Masa yang terdiri dari :
1)
SPT Masa Pajak Penghasilan;
2)
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; dan
3)
SPT Masa Pajak ertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.
SPT dapat
berbentuk :
a.
Formulir kertas (hardcopy); atau
b.
e-SPT.
Batas Waktu Penyampaian SPT
a.
untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh)
hari setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa
Pajak.
b.
Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
c.
Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT
Wajb Pajak dapat memerpanjang jangka waktu penyampaian
SPT Tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas
waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan
SPT Tahunan.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara
tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak, sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri :
a.
Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun
Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang;
b.
Laporan keuangan sementara; dan
c.
Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan
pembayaran pajak yang terutang.
Pemberitahuan
Perpajangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib
Pajak. Dalam hal Pemberitahuan Perpajakan SPT Tahunan ditandangani oleh Kuasa
Wajib Pajak, Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Pemberitahuan Perpanjangan
SPT Tahunan dapat disampaikan :
a.
Secara langsung;
b.
Melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c.
Dengan cara lain, yang meliputi :
1.
Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan
bukti pengiriman surat, atau
2.
e-Filling melalui ASP.
Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dianggap
bukan merupakan Perpanjangan SPT Tahunan.
Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
Apabila Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau
batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikeai sanksi
administrasi berupa denda sebesar :
a.
Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
b.
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Masa Lainnya.
c.
Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan.
d.
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.[8]
D.
SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP)
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang
meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
(Pasal 1 huruf 15 UU KUP).[9]
Surat Ketetapan Pajak (SKP) terdiri dari surat
keterangan berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Ketetapan
Pajak Nihil.[10]
1.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka 5
tahun setelah terutangnya pajak apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
a.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan pajak yang terutang
tidak atau kurang bayar.
b.
Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan dalam jangka
waktu sebagaimana tercantum dalam surat teguran.
c.
Apabila berdasar hasil pemeriksaan atau keterangan lain
mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih
pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%.
d.
Apabila kewajiban pembukuan dan pemeriksaan tidak terpenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
e.
Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan NPWP dan/atau
dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan.
Apabila telah melebihi jangka waktu 5 tahun sejak terutangnya pajak
ternyata tidak diberikan SKPKB maka dianggap pajak yang telah dibayar adalah
benar adanya. Jumlah kekurangan pajak yang tercantum dalam SKPKB yang
dikarenakan oleh poin a dan e akan dikenakan sanksi adminirasi berupa kenaikan
sebesar 50% dai PPh yang tidak atau kurang dibayar, serta 100% dari PPh yang
tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut atau dipotong, dipungut
tetapi kurang disetor, dan PPN atau PPnBM yang kurang dibayar.
2.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Merupakan surat keputusan yang menentukan jumlah tambahan
atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Jika hasil temuan (kurang bayar
tambahan) diungkapkan oleh Wajib Pajak sendiri makan tidak akan dikenakan
sanksi perpajakan, sedangkan kalau temuan tersebut terungkap setelah
dilakukannya pemeriksaan oleh Direktur Jenderal Pajak maka Wajib Pajak akan
dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah kekurangan
paja.
3.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Besar (SKPLB)
Merupakan surat keputusan yang menentukan jumlah kebelihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besae dari pajak yang
terutang atau tidak seharusnya terutang. Prosedur penerbitan SKPLB adalah
sebagai berikut :
a.
Wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Direktur Pajak melalui pengisian kolom dalam SPT ataud engan surat tersendiri.
b.
Setelah melakukan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak harus
menerbitkan SKPLB paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara
lengkap.
c.
Apabila dalam jangka waktu 12 bulan SKPLB belum diterbitkan
maka permohonan dianggap diterima dan SKPLB harus diterbitkan dalam jangka
waktu paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
d.
Apabila SKPLB terlambat diterbitkand alam jangka waktu 1
bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir maka Wajib Pajak diberikan imbalan
bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu tersebut
sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.
4.
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Merupakan surat ketentuan pajak yang menentukan jumlah pokok
pajak sama besanya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
E.
METODE PEMBUKUAN SEBAGAI
DASAR PENENTUAN PENGHASILAN DAN BIAYA
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut.
Yang Wajib Menyelenggarakan
Pembukuan
1.
Wajib Pajak (WP) Badan;
2.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya
dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus
juta rupiah).
Syarat-Syarat
Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan[11]
1.
Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2.
Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau
dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3.
Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel
akrual atau stelsel kas.
4.
Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang
selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri
Keuangan.
5.
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Tujuan Penyelenggaraan
Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya adalah untuk
mempermudah:
1.
Pengisian SPT;
2.
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3.
Penghitungan PPN dan PPnBM;
4.
Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi
keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
F. SANKSI DI BIDANG PERPAJAKAN
Sanksi
adalah pagar pembatas yang nyata bagi pelaksanaan suatu peraturan yang
bermaterikan hak dan kewajiban. Sanksi merupakan wujud dari pelanggaran atas
hak suatu pihak atau tidak dipenuhinya kewajiban yang telah ditentukan.
Suatu
peraturan dapat dikatakan ideal dalam segi keadilan bagi masing-masing pihak
jika ancaman sanksi ada yang mengikat seluruh pihak yang berkepentingan. UU KUP
juga telah menetapkan beragam sanksi yang mengikat tidak hanya kepada Wajib
Pajak atau Penanggung Pajak, tetapi juga mengikat Aparat Pajak [fiskus] dan
pihak ketiga yang terlibat semisal Kuasa, Pejabat selain Pejabat Pajak, dan
sebagainya.
Berdasarkan
jenisnya, sanksi dibidang perpajakan dapat dikelompokan menjadi dua kategori,
yaitu:
1.
Sanksi Administrasi
Sanksi Administrasi merupakan pembayaran kerugian
terhadap negara yang bisa berupa Denda, Administrasi Bunga, atau Kenaikan Pajak
yang terutang.
a) Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU
Perpajakan. Terkait besarannya, denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu,
presentasi dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
b) Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang
menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan
persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi
hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
c) Sanksi kenaikan pajak yang terutang adalah sanksi yang paling ditakuti oleh
Wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang
harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda.sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung
dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
2.
Sanksi Pidana
Menurut ketentuan dalam UU Perpajakan, ada 3 macam sanksi pidana, yaitu:
a) Denda Pidana
Sanksi berupa denda pidana
dikenakan kepada Wajib Pajak dan diancamkan juga kepada pejabat pajak atau
pihak ketiga yang melanggar norma, denda pidana dikenakan kepada tindak pidana
yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
b) Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan
kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib
Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar
norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka
masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan
pidana kurungan selama-lamanya sekian.
c) Pidana Penjara
Pidana penjara seperti halnya
pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara
diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan
kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.
Berdasarkan pihak yang dapat dikenai sanksi dibidang
perpajakan dibagi menjadi:
1. Sanksi bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
Contoh: SKPKBT terbit lewat 5 tahun
karena wajib pajak dipidana, maka perhitungan sanksinya maksimal bunga 48%
(pasal 15 (4)).
2. Sanksi bagi Petugas Pajak
Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang
melakukan tugas dibidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib
Pajak yang menyangkut masalah perpajakan.
Pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak tersebut
dapat diancam sanksi pidana sebagai berikut:
a. pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal
kerahasiaaan Wajib Pajak, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp. 4000.000,00 (empat juta rupiah).
b. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang
menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat, dipidana dengan pidana penjara
paling 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah).
3. Sanksi bagi Pihak Ketiga
Setiap orang yang menurut ketentuan wajib memberikan keterangan atau bukti
yang diminta tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti; atau
memberi keterangan atau bukti yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling paling banyak Rp. 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
Ketentuan ini berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan
atau membantu melakukan tindak pidana dibidang perpajakan.
G. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Penghasilan
tidak kena pajak (PTKP) adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan tidak
kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan
netto wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha dan atau pekerjaan bebas
jumlahnya dibawah PTKP tidak akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) pasal 25/29
dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek
PPh pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh
pasal 21.
Besarnya PTKP untuk tahun pajak 2016, 2015, dan 2014 terdiri dari :
Besarnya
PTKP untuk tahun pajak 2016 sebagai berikut:
1.
Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta
ribu rupiah) untuk diri wajib pajak orang pribadi.
2.
Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus
ribu rupiah) tambahan untuk wajib pajak yang menikah.
3.
Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta
ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang
No.36 tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
4.
Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus
ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak tiga (3) orang untuk setiap keluarga.
PTKP ini berlaku
mulai masa Januari Tahun Pajak 2016 bagi wajib pajak orang pribadi dalam
menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh orang pribadi.
Besarnya
PTKP untuk Tahun Pajak 2015
1.
Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.
2.
Rp. 3.000.000,00 (tiga juta ribu rupiah)
tambahan untuk wajib pajak yang menikah.
3.
Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang
No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
5.
Rp. 3.000.000,00 (tiga juta ribu rupiah)
tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak tiga (3) orang untuk setiap keluarga.
PTKP ini berlaku mulai Tahun Pajak 2015 bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi.
Besarnya
PTKP untuk Tahun Pajak 2014 dan 2013
1.
Rp. 24.300.000,00 (dua puluh empat juta
tiga ratus ribu rupiah) untuk Wajib Pajak orang pribadi.
2.
Rp. 2.025.000,00 (dua juta dua puluh
lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang menikah.
3.
Rp. 24.300.000,00 (dua puluh empat juta
tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
4.
Rp. 2.025.000,00 (dua juta dua puluh
lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak tiga (3) orang untuk setiap keluarga.
PTKP ini mulai
berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang
diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan ketentuan, setiap badan (PT, CV, Yayasan, Koperasi dsb) wajib
memiliki NPWP. Sedangkan untuk orang pribadi, yang wajib memiliki NPWP adalah
orang yang penghasilannya dalam satu tahun melebihi jumlah tertentu yang
disebut Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Masing-masing orang atau badan berbeda-beda kewajibannya sesuai dengan
kondisinya masing-masing. Untuk badan misalnya, kewajiban pajak hampir meliputi
semua jenis kewajiban tersebut. Untuk orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha, kewajiban pajaknya biasanya adalah PPh Pasal 25 bulanan, dan pelaporan
SPT PPh Tahunan. Kalau dia punya karyawan, kewajibannya juga meliputi PPh Pasal
21. Bagi orang pribadi yang statusnya hanya sebagai karyawan, kewajibannya
hanya menyampaikan SPT Tahunan setiap tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Devano,
Sony dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan:
Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta: Kencana.
Mardiasmo. 2013.
Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Muljono, Djoko. 2010. Panduan Brevet Pajak – Akuntansi Pajak dan
Ketentuan Umum Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Purwono,
Herry. 2010. Dasar-Dasar Perpajakan dan
Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga.
Setiawan, Agus dan Basri
Musri. 2006. Perpajakan Umum. Jakarta
: PT Raja Grafindo.
Supramono dan Theresia Woro
Damayanti. 2010. Perpajakan Indonesia.
Mekanisme dan Perhitungan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia.
Jakarta: Salemba Empat.
[1] Agus Setiawan dan Basri Musri, Perpajakan
Umum, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2006, hlm 3
[2] Mardiasmo, Perpajakan
Edisi Revisi, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2013, hlm 25
[3] Op.Cit, hlm 4
[4] Mardiasmo,
Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2013, hlm 37
[5]Supramono dan Theresia Woro Damayanti, Perpajakan Indonesia: Mekanisme dan Perhitungan,
Yogyakarta, Penerbit Andi, 2010, hlm 114
[6] Ibid, hlm 31
[7] Sony
Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu, Jakarta,
Kencana, 2006, hlm 150
[8] Mardiasmo,
Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta,
Penerbit Andi, 2013, hlm 37
[9] Djoko Muljono, Panduan
Brevet Pajak – Akuntansi Pajak dan Ketentuan Umum Perpajakan, Yogyakarta,
Penerbit Andi, 2010, hlm 136
[10] Supramono
dan Theresia Woro Damayanti, Perpajakan
Indonesia: Mekanisme dan Perhitungan, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2010, hlm 16-17
[11] http://www.pajak.go.id/content/seri-kup-pembukuan-dan-pencatatan-bagi-wajib-pajak
(diakses tanggal 08 September 2016)
Sebenarnya untuk melakukan cek nomor npwp bisa dikakukan dengan mudah yaitu melalui online karena kalau untuk ke kantor perpajakan paasti membutuhkan waktu dan belom lagi macet.
ReplyDelete