MAKALAH ASURANSI UMUM DAN ASURANSI SYARIAH
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalahini sebagai salah satu tugas dari
dosen pada mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan dengan judul “ASURANSI UMUM DAN ASURANSI SYARIAH“.
Tercurah dari segala kemampuan
yang ada , penulis berusaha membuat makalah ini dengan sebaik mungkin, namun
demikian penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis, maka dengan sepenuh hati penulis
mohon maaf dan mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan selanjutnya.
Tujuan penulis menyusun makalah
ini untuk memaparkan definisi
dari Asuransi, mengetahui Asuransi yang disebutkan dalam UU dan KUHD Dagang,
mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam Asuransi, mengetahui pengertian
Asuransi Umum dan Asuransi Syariah dari para tokoh, mengetahui pengertian
Asuransi Syariah dan yang membedakannya dengan Asuransi Konvensional,dan dapat membandingkan perbedaan dari
Asuransi Umum dan Asuransi Syariah.
Terakhir
penulis ucapkan terimakasih untuk semua pihak yang sudah membantu dan memudahkan
penyelesaian makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Pekalongan,
Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………. i
KATA
PENGANTAR …………………………………………………….. ii
DAFTAR
ISI ……………………………………………………………… iv
BAB
I PENDAHULUAN ………………………………………….……… 1
A. Latar
Belakang ………………………………………………….............…. 1
B. Rumusan
Masalah ………………………………………………............…. 2
C. Tujuan …………………………………………………………............… 3
BAB
II PEMBAHASAN …………………………………………………. 4
A. Definisi dari Asuransi …………………………………………...............….. 4
B. Pengertian Asuransi dalam UU dan
KUHD Dagang …………................…… 4
C. Unsur-unsur yang dalam Asuransi ……………………………...............…… 5
D. Pengertian Asuransi Umum dan Syariah
dari para tokoh ………..................… 6
E. Asuransi
Syariah dan yang membedakannya dengan
Asuransi
Konvensional…………………………………................…… …… 10
F. Perbedaan dari Asuransi Umum dan
Asuransi Syariah ……..................………. 14
BAB
III PENUTUP ……………………………………………...…………. 20
A.
Kesimpulan ……………………………………………..…………… 20
B.
Saran ……………………………………………………………….. 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hidup tidak lepas dari risiko. Hal
ini berhubungan dengan ketidakpastian. Segala sesuatu yang berhubungan dengan
masa depan selalu identik dengan ketidakpastian. Dan, tidak ada seorang manusia
pun di muka bumi ini yang bisa memperkirakan dengan tepat apa yang akan terjadi
di hari esok. Ketidakpastian itu merupakan sesuatu yang pasti, dan yang pasti
itu tidak lain adalah ketidakpastian itu sendiri. Setiap manusia pasti mati,
yang tidak pasti itu di mana dan bagaimana matinya. Dengan kata lain, risiko
selalu berhubungan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan atau
yang tidak diinginkan menimpa kita.[1]
Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme
yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila terjadi risiko di masa
mendatang. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan
mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan
tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis
yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku bisnis akan
mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan
keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi
permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga
yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.
Perkembangan asuransi di Indonesia saat
ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi
berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun
perusahaan. Di bidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang, terutama dalam
hal perlindungan terhadap barang-barang perdagangannya.[2]
Namun, perkembangan ini tidak sejalan dengan kesesuaian praktik asuransi
terhadap syariah. Meskipun demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik
perekonomian dalam perspektif hukum Islam, asuransi mulai diselaraskan dengan
ketentuan-ketentuan syariah. Oleh karena itu muncullah Asuransi Syariah.[3]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Asuransi?
2.
Apa
pengertian Asuransi yang disebutkan dalam UU dan KUHD Dagang?
3.
Apa
saja unsur-unsur dalam Asuransi?
4.
Bagaimana
pengertian dari Asuransi Umum dan Asuransi Syariah, menurut para tokoh dalam
masing-masing Asuransi??
5.
Apa
yang membedakan dari pengertian Asuransi Syariah dan Umum?
6.
Bagaimana
perbedaan umum antara Asuransi Umum dan Asuransi Syariah?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui definisi dari Asuransi.
2.
Untuk
mengetahui Asuransi yang disebutkan dalam UU dan KUHD Dagang.
3.
Untuk
mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam Asuransi.
4.
Untuk
mengetahui pengertian Asuransi Umum dan Asuransi Syariah dari para tokoh.
5.
Untuk
mengetahui pengertian Asuransi Syariah dan yang membedakannya
dengan Asuransi Konvensional
6.
Untuk
dapat membandingkan perbedaan dari Asuransi Umum dan Asuransi Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Asuransi
Asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan
kerugian-kerugian kecil yang sudah pasti sebagai pengganti kerugian-kerugian
yang besar yang belum pasti (Abbas Salim: Principles of Insurance).
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian
tentang seorang penanggung yang mengikatkan diri kepada seorang tertanggung
dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu
keinginan, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin
akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu atau pasti.[4]
B. Pengertian
Asuransi yang disebutkan dalam UU dan KUHD Dagang
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin di
derita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Sementara itu, dalam pasal 1 angka 1 UU No. 2 tahun
1992 menyebutkan,
Dalam pasal 246 KUH Dagang, asuransi atau
pertanggungan merupakan suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan
menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung utnuk
membebaskannya dari kerugian, karena kehilangan, kerusakan, atau ketiadaan
keuntungan yang diharapkan., dan yang akan karena kejadian yang tidak pasti.[5]
C. Unsur-unsur
dalam Asuransi
Dalam asuransi terkandung empat unsur adalah sebagai
berikut.
1. Pihak
tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak
penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur.
2. Pihak
penanggung (insurer) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan)
kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila teradi
sesuatu yang mengandung unsur tidak tentu.
3. Suatu
peristiwa (accident) yang tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya).
4. Kepentingan
(interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak
tentu.[6]
D. Pengertian
dari Asuransi Umum dan Asuransi Syariah, menurut para tokoh dalam masing-masing
Asuransi
1.
Pengertian Asuransi (Konvensional)
Kata Asuransi berasal dari Bahasa Belanda, assurantie, yang
dalam hokum Belanda disebut Verzekring yang artinya pertanggungan. Dari
peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi penanggung, dan
geassureerde bagi tertanggung.
Banyak devinisi tentang asuransi (konvensional). Menurut
Robert L. Mehr, asuransi adalah a device for reducing risk by combining a
sufficient number of exposure units to make their individual losses
collectively predictable. The predictable loss in then shared by or distributed
proportionately among all units in the combination (suatu alat untuk mengurangi
risiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko agar kerugian
individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi
tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional diantara semua
unit-unit dalam gabungan tersebut.
Mark R. Greene mendefinisikan asuransi sebagai an economic
institution that reduces risk by combining under one management and group of
objects so situated that the aggregate accidental losses to which the group is
subject become predictable within narrow limits (institusi ekonomi yang
mengurangi risiko dengan menggabungkan di bawah satu manajemen dan kelompok
objek dalam suatu kondisi sehingga kerugian besar yang terjadi yang diderita
oleh suatu kelompok yang tadi dapat diprediksi dalam lingkup yang lebih kecil.
Sedangkan C. Arthur Williams Jr. dan Richard M. Heins melihat asuransi dari dua
sudut pandang. Pertama adalah insurance is the protection against financial
loss by an issuer (asuransi adalah perlindungan terhadap risiko finansial oleh
penanggung). Sedangkan, kedua adalah insurance is a device by means of which
the risks of two or more persons or
firms are combined through actual or promised contributions to a fund out of
which claimants are paid (asuransi adalah alat yang mana risiko dua orang atau
lebih atau perusahaan-perusahan digabungkan melalui kontribusi yang pasti atau
yang ditentukan sebagai dana yang dipakai unutk membayar klaim).
2.
Pengertian Asuransi (Syariah)
Dalam Bahasa Arab asuransi disebut at-ta’min, penanggung
disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min.
At-ta’min (التَأْمِيْنُ) diambil dari kata
(أَمَنَ) memilik arti memberi perlindungan,
ketenangan, rasa aman, dan bebas dari
rasa takut, sebagaimana firman Allah,
“Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan.”
(Al-Quraisy: 4)
Dari kata tersebut muncul kata-kata yang berdekatan seperti
kata berikut.
(اَلأَمَنَةُ
مِنَ الْخَوْفِ ) :
aman dari rasa takut
(اَلأَمَانَةُ
ضِدَّ الْخِيَانَة ) :
amanah lawan dari khianat
(ضِدَّالْكُفْرَ اَلْإِيْمَنُ) : iman
lawan dari kufur
(الأَمَنَ / مَنَةَ الأ ءُ إِعْطَا)
: memberi rasa aman
Dari arti terakhir diatas, dianggap paling tepat untuk
mendefinisikan istilah at-ta’min, yaitu,
“Men-ta’min-kan sesuatu, artinya adalah seseorang membayar/
menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah
uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap
hartanya yang hilang, dikatakan ‘seseorang mempertanggungkan atau
mengansuransikan hidupnya, rumahnya, atau mobilnya’.”
Ada tujuan dalam Islam yang menjadi kebutuhan mendasar, yaitu
al-kifayah ‘kecukupan’ dan al-amnu ‘kemanan’. Sebagaimana firman Allah swt,
“Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan”, sehingga sebagian
masyarakat menilai bahwa bebas dari lapar merupakan bentuk keamanan. Mereka menyebutnya dengan
al-amnu al-qidza‘i ’aman konsumsi’. Dari prinsip tersebut, Islam mengarahkan
kepada umatnya untuk mencari rasa aman baik untuk dirinya sendiri di masa
mendatang maupun untuk keluarganya sebagaimana nasihat Rasul kepada Sa’ad bin
Abi Waqqash agar mensedekahkan seperiga hartanya saja. Selebihnya ditinggalkan
untuk keluarganya agar mereka tidak menjadi beban masyarakat.
Al-Fanjari mengartikan tadhamun, takaful, at’ta’min atau
asuransi syariah dengan pengertian saling menanggung atau tanggung jawab
sosial. Ia juga membagi ta’min ke dalam tiga bagian, yaitu ta’min at-taawuniy,
ta’min al tijari, dan ta’min al hukumiy.
Menurut Mushtafa Ahmad Zarqa, makna asuransi secara istilah
adalah kejadian. Adapun metodologi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun
pada intinya, asuransi adalah cara atau metode untuk memelihara manusia dalam
menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam
hidupnya, dalam perjalanan hidupnya atau dalam aktifitas ekonominya.
Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum
asuransi syariah , memberi definisi tentang asuransi. Menurutnya, Asuransi
Syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.[7]
E. Pengertian
Asuransi Syariah dan yang Membedakannya dengan Asuransi Konvensional
Asuransi
syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan
Syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator .
Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam Al-Qur’an (firman Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad saw.)
dan As-Sunnah (teladan dari kehidupan Nabi Muhammad saw.)
Letak
perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional adalah pada bagaimana
risiko itu dikelola dan ditanggung, dan bagaimana dana asuransi syariah
dikelola. Perbedaan lebih jauh adalah pada hubungan antara operator (pada
asuransi konvensional istilah yang digunakan: Penanggung) dengan peserta (pada
asuransi konvensional isrilah yang digunakan: Tertanggung).
Dalam
pengelolaan dan penanggungan risiko, asuransi syariah tidak memperbolehkan
adnya ghahar (ketidakpastian atau spekulasi) dan maisir (perjudian). Dalam
investasi atau manajemen dana tidak diperkenankan adanya riba (bunga). Ketiga
larangan ini, Ghahar, Maisir, dan Riba adalah area yang harus dihindari dalam
praktik asuransi syariah, dan yang menjadi pembeda utama dengan asuransi
konvensional.
Dalam
upaya menghindari ghahar, pada setiap kontrak asuransi syariah harus dibuat
sejelas mungkin dan sepenuhnya terbuka. Keterbukaan itu dapat diterapkan di
kedua sisi, yaitu baik pada pokok permasalahan maupun pada ketentuan kontrak
(liputan cover, dll). Tidak diperbolehkan dalam kontrak asuransi syariah bile
terdapat elemen yang tidak jelas dalam pokok permasalahan dan/atau ruang
lingkup kontrak itu sendiri. Di dalam kontrak asuransi syariah tidak
diperkenankan adanya jual beli ketidakpastian (ghahar) antara satu pihak dengan
pihak lainnya.
Maisir
(perjudian) timbul karena adanya ghahar. Peserta (tertanggung) mungkin memiliki
kepentingan yang dipertanggungkan, tetapi apabila perpindahan risiko (atau
pembagian risiko dalam asuransi syariah) berisikan elemen-elemen spekulatif ,
maka tidak diperkenankan dalam asuransi syariah.
Riba
(bunga) sama sekali dilarang di bawah hukum syariah dan di bawah pengaturan
asuransi syariah. Untuk menghindari riba, dalam asuransi syariah, kontribusi
para pesertanya dikelola dalam skema pembagian risiko (risk sharing) dan bukan
sebagai premi, seperti layaknya pada asuransi konvensional. Dalam ketentuan
asuransi syariah diberlakukan adanya kontribusi dalam bentuk donasi dengan
kondisi atas kompensasi (tabarru). Lebih jauh lagi, sumber dana yang berasal
dari kontribusi atau doonasi para peserta itu, harus dikelola dan
diinvestasikan berdasarkan ketentuan syariah.
Dengan
cara yang sama ghahar dan maisir memberikan suatu tantangan kepada operator
asurasi syariah dalam upayanya untuk memastikan tidak adanya kedua unsur
tersebut dalam asuransi syariah, investasi, dan manajemen dana bebas bunga juga
menjadi ilmu spesialisasi yang memerlukan lebih dalam di luar jangkauan buku
ini.
Risiko
adalah bagian dari realitas kehidupan manusia sehingga sulit untuk
menghilangkannya dari kehidupan ini. Yang tidak diperbolehkan dalam Islam
adalah bukan risiko atau ketidakpastian itu sendiri (maka harus dieliminasi).
Namun menjual atau menukar risiko atau memindahkan risiko kepada pihak ketiga
dengan menggunakan kontrak jual belilah yang tidak diperbolehkan.
Di
lain pihak, menolong sesama dalam setiap situasi termasuk dalam peristiwa yang
tidak menguntungkan sangat didukung dalam ajaran Islam, seperti yang diwahyukan
Allah dalam Al-Qur’an, “…Saling menolonglah dalam al-Birr dan at-Taqwa
(kebajikan, kebenaran, dan kesalehan), tetapi janganlah saling menolong dalam
dosa dan pelanggaran…” (al-Maaidah: 2). Maka, berbagi risiko dengan tujuan
menolong sesama sangat dianjurkan.
Dalam
asuransi konvensional, asuransi adalah sebuah mekanisme perpindahan risiko yang
oleh suatu organisasi dapat diubah dari tidak pasti menjadi pasti.
Ketidakpastian mencakup faktor-faktor antara lain, apakah kerugian akan muncul,
kapan terjadinya, dan seberapa besar dampaknya dan berapa kali kemungkinannya
terjadi dalam satu tahun. Asuransi memberikan peluang untuk menukar kerugian
yang tidak pasti ini menjadi suatu kerugian pasti yakni premi asuransi. Suatu
organisasi akan setuju untuk membayarkan premi tetap dan sebagai gantinya
perusahaan asuransi setuju utnuk menutup semua kerugian yang akan terjadi yang
termasuk dalam ketentuan-ketentuan polis.
Pertukaran
kerugian tidak-pasti dengan kerugian-pasti, seperti yang diterapkan dalam
asuransi konvensional masuk dalam ruang lingkup pengertian ghahar dan tidak
diperbolehkan dalam Islam. Maka dalam konsep asuransi syariah, tidak ada
perpindahan risiko dari para peserta kepada operator asuransi syariah. Risiko
dibagi di antara para peserta dalam skema jaminan mutual atau skema asuransi
syariah. Operator suransi syariah hanya sebagai wakeel (agen) untuk membuat
skema tersebut bekerja. Sudah menjadi bagian dari peran operator untuk
memastikan seseorang yang ditimpa kemalangan sehingga mengalami kerugian bisa
mendapatkan kompensasi yang layak.[8]
F. Perbedaan
Umum antara Asuransi Umum dan Asuransi Syariah
Tabel Perbandingan Asuransi
Konvensional dan Takaful (Asuransi Syariah)[9]
No
|
Prinsip
|
Asuransi Konvensional
|
Asuransi Syariah
|
1.
|
Konsep
|
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.
|
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan
bekerja sama, dengan cara masing-masing mengelurakan dana tabarru’.
|
2.
|
Asal Usul
|
Dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan
perjanjian Hammurabi. Dan tahun 1668 M di Coffe House London berdirilah Lloyd
of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
|
Dari Al-Aqilah, kebiasaanjauh sebelum Islam datang.
Kemudian disahkan oleh Rasulullah menjadi Hukum Islam, bahkan telah tertuang
dalam konstitusi pertama di dunia (Konstitusi Madinah) yang dibuat langsung
Rasulullah.
|
3.
|
Sumber Hukum
|
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan
hukum positif, hukum alami, dan contoh sebelumnya.
|
Bersumber dari wahyu Ilahi, sumber hukum dalam syariah
Islam adalah Al-Quran, Sunnah atau kebiasaan rasul, Ijma’, Fatwa Sahabat,
Qiyas, Istihsan, ‘Urf ‘tradisi’,
dan Mashalis Mursalah.
|
4.
|
“Maghrib” (Maisir, Ghahar, Riba)
|
Tidak selaras dengan syariah Islam karena Maisir, Ghahar,
dan Riba; hal yang diharamkan dalam muamalah.
|
Bersih dari adanya praktek Maisir, Ghahar, dan Riba.
|
5.
|
DPS (Dewan Pengawas Syariah)
|
Tidak ada, sehingga dalam banyak prakteknya bertentangan
dengan kaidah-kaidah syara’.
|
Ada, yang berfungsi untuk melaksanakan pelaksanaan
operasional perusahaan agar terbebas dari praktek-praktek muamalah yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
|
6.
|
Akad
|
Akad jual beli (akad mu’awadhah, akad idz’aan, akad gharar,
dan akad mulzim).
|
Akad tabarru’ dan akad tijarah (mudharabah, wakalah,
wadiah, syirkah, dan sebagainya).
|
7.
|
Jaminan/Risk (Risiko)
|
Transfer of Risk, dimana terjadi transfer risiko dari
tertanggung kepada penanggung.
|
Sharing of Risk, dimana terjadi proses salling menanggung
antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun).
|
8.
|
Pengelolaan Dana
|
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya
dana hangus (untuk produk saving-life).
|
Pada produk-produk saving (live) terjadi pemisahan dana,
yaitu tabarru’ ‘derma’ dan dana peserta, sehingga tidak mengenal istilah dana
hangus. Sedangkan untuk term insurance (live) dan general insurance semuanya
bersifat tabarru’.
|
9.
|
Investasi
|
Bebas melakukan investasi dalam batas-baas ketentuan
perundang-undangan, dan tidak terbatasi dalam halal dan haramnya obyek atau
sistem investasi yang digunakan.
|
Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan
perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah Islam. Bebas dari riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang.
|
10.
|
Kepemilikan Dana
|
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi
milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemana
saja.
|
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau
kontribusi, merupakan milik peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya
sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut.
|
11.
|
Unsur Premi
|
Unsur premi teridiri dari: tabel mortalita (mortality
tables), bunga (interest), biaya-biaya asuransi (cost of insurance).
|
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan
tabungan (yang tidak mengandung unsur riba). Tabarru’ juga dihitung dari
tabel mortalita, tetapi tanpa perhitungan bunga teknik.
|
12.
|
Loading
|
Loading pada asuransi konvensional cukup besar terutama
diperuntukkan untuk komisi agen, bisa menyerap premi tahun pertama dan kedua.
Karena itu, nilai tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada
(masih hangus).
|
Pada sebagian asuransi syariah, loading (komisi agen) tidak
dibebankan pada peserta tapi dari dana pemegang saham. Tapi, sebagian yang
lainnya mengambilkan dari sekitar 20-30 persen saja dari premi tahun pertama.
Dengan demikian, nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk.
|
13.
|
Sumber Pembayaran Klaim
|
Sumber biaya klaim adalah dari perusahaan, sebagai
konsekuensi penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada
nuansa spiritual.
|
Sumber pembiayaan kalim diperoleh dari rekening tabarru’,
dimana peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah,
maka peserta lainnya ikut menanggung bersama risiko tersebut.
|
14.
|
Sistem Akuntansi
|
Menganut konsep akuntansi accru al-basis, yaitu proses
akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan nonkas. Dan
mengakui pendapatan, peningkatan aset, expenses, liabilities dalam jumlah
tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang akan datang.
|
Menganut konsep akuntansi cash basis, mengakui apa yang
benar-benar telah ada, sedangkan accrual basis dianggap bertentangan dengan
syariah karena mengakui adanya pendapatan, harta, beban atau utang yang akan
terjadi di masa yang akan datang. Sementara apakah itu benar-benar terjadi hanya
Allah yang tahu.
|
15.
|
Keuntungan (Profit)
|
Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi
reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
|
Profit yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi
reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan,
tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah) dengan peserta.
|
16.
|
Visi & Misi
|
Secara garis besar misi utama dari asuransi konvensional
adalah misi ekonomi dan misi sosial.
|
Misi yang diemban dalam asuransi syariah adalah misi
aqidah, misi ibadah (ta’awun), misi ekonomi (iqtishood), dan misi
pemberdayaan umat (sosial).
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asuransi syariah berkembang sejalan
dengan semakin besarnya kesadaran umat Islam untuk melakukan aktivitas ekonomi
yang sesuai dengan kepercayaannya. Asuransi konvensional dianggap tidak sesuai
dengan syariat Islam, antara lain karena mengandung unsur Maysir (spekulasi), Ghahar (ketidakpsatian),
dan Riba (bunga). Maysir terjadi
karena asuransi konvensional menerima premi dari peserta asuransi, yang
kemudian digunakan untuk membayar klaim dan mendapatkan profit secara
spekulatif, yaitu tergantung kepada klaim yang harus dibayar. Ghahar terjadi
ketika peserta asuransi membayar premi kepada perusahaan asuransi konvensional
untuk mendapatkan perlindungan dari bahaya yang belum jelas kemungkinan
terjadinya. Sementara transaksi riba dapat terjadi ketika perusahaan asuransi
terlibat dalam investasi yang tidak sesuai dengan syariah, seperti transaksi
yang melibatkan alkohol, babi/olahannya, dan hiburan yang berbau pornografi.
B.
Saran
·
Lebih memperbanyak sosialisasi mengenai asuransi syariah
dan konvensional sehingga masyarakat dapat benar-benar memahami tentang dan
perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensonal.
·
Memperbanyak pelatihan SDM agar lebih kompeten dalam
lembaga asuransi syariah dan asuransi konvensional.
·
Meningkatkan teknologi pendukung asuransi syariah dan
asuransi konvensional.
[4] Julius R. Latumaerissa, Bank
dan Lembaga Keuangan Lain
[5]
Elsi Kartika Sari, SH MH dan Advendi Simanunsong SH MM, Hukum dalam Ekonomi,Grasindo,hlm.
102-103
[6]
Elsi Kartika Sari, SH MH dan Advendi Simanunsong SH MM, Hukum dalam Ekonomi,Grasindo,hlm.
102-103
[7]
Ir Muhammad Syakir Sula. FIIS, Asuransi Syariah
Life and General, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm. 326-328
[8] Muhaimin
Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik Upaya
menghilangkan Ghahar, Maisir, dan Riba,Gema Insani, 2006, hlm. 2-5
[9]
Ir Muhammad Syakir Sula. FIIS, Asuransi Syariah
Life and General, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm. 326-328
Comments
Post a Comment